Skip to main content

Mahasiswa dan pendidikan


Aku mahasiswa
Abdullah ibnu malik Mubarak pernah di tanya oleh seseorang,” Seandainya Allah mewahyukan kepada anda akan mati  nanti sore, maka apa yang akan anda lakukan ?” Beliau menjawab, “Saya akan segera beranjak dan pergi mencari ilmu sampai kematian datang menjemputku.”
Begitulah bahwa bagaimana rasanya seseorang yang sangat cinta dan kagum  terhadap apa yang di ridhoi oleh sang illahi. Namun, kadang dalam pencarian ilmu kita sering lupa akan tujuan yang akan dituju. Kita sering mengambil  jalan-jalan aneh yang mungkin tidak sama sekali ada sangkut pautnya dengan tujuan kita.
Mahasiswa?
Menjadi mahasiswa adalah sebuah kebanggaan. Mahasiswa merupakan kelompok masyarakat yang masih muda menunjukkan kekuatan intelektual dengan metode  berpikir ilmiah dan mereka mampu memberikan arah dari setiap masalah yang akan di  hadapi. Mahasiswa juga syarat akan idealisme. Tidak jarang mahasiswa mau memberikan apa yang dia miliki untuk memperjuangkan keyakinan, terlepas apakah itu benar secara hakiki atau tidak, layak atau tidak. Namun menjadi mahasiswa tidaklah gampang, beban berat berat berada di pundaknya. Apabila seorang mahasiswa tidak memiliki keberanian dalam melakukan apapun maka dia akan tenggelam bersama air yang mengalir.
Mahasiswa takut pada Dosen
Dosen takut pada dekan
Dekan takut pada rektor
Rektor takut pada menteri
Menteri takut pada Presiden
Presiden takut pada mahasiswa.
(Taufik Ismail, 1998)
Dalam dunia kampus gambaran kehidupan di masyarkat sangat tampak. Beragam fenomena-fenomena yang baik dan perlu di perbaiki sangat banyak ditemukan. Mulai dari kaum yang beriman dan intelektual dampai kaum preman tak berakal. Tempat mangkalnya para pengubah negeri tapi tak sedikit kampus yang menjadi tempatnya proyek swatanisasi.
Dunia kampus tempatnya para pahlawan dan pembelajar ada juga tempatnya para pecundang yang kurang ajar. Terlahir para pelopor yang hebat, terlahir juga para koruptor yang jahat. Tempatnya para aktivis menghargai moral tapi juga tempat para ahli maksiat yang nakal. Terlahirnya banyak politisi yang andal dan berwawasan, namun tidak sedikit juga lahir politisi yang gila akan jabatan. Tempat mencetak para sarjan hukum tapi juga lahir calon pengadil yang melintir kebenaran. Itulah dunia kampus. HA HA HA
Sumber:

Abdillah,ahmad Firdaus.2015. Khusus Mahasiswa Cerdas. Surakarta: Indiva

Comments

Popular posts from this blog

Prural

             Dalam ramainya suara manasia yang bertukar kata. Tidak pernah terpikir dalam benak mereka akan datang suatu hari istimewa dalam diri mereka. Lampu dengan sinarnya menembus retina mata yang menjadikan mata ini berhias frame mata. Tidak dapat lepas hilir mudik para pemimpi kebijakan untuk menulis dan menceritakan ide masa depan. Para kaum intelektual berkumpul beradu ketepatan untuk dehumanisasi kasat mata.              Inilah kehidupan diatas kematian orang lain, Inilah kebahagiaan di atas kesedihan orang lain, Inilah kecerdasan diatas kebodohan orang lain. Memang hidup sekarang ini kejam, siapa diam itukah yang di injak. Diam bukan lagi emas, diam bukan mutiara yang yang diagungkan. Namun banyak berucap dan cerewetlah dialah yang bertahan dalam seleksi demokasi yang tabu dan dibuat buat.             Proses menuju ke hakikian hidup semakin terkunci dengan pintu kantor yang terbuka padi dan sore. Hiasan surgawi di hiasi dengan warna warna hijau dan sekutunya. Sajadah m

Menghadang rindu

Ada sekelebat rindu yang menumpuk Dari pelapuk mata yang berlari Menahan rasa  Darimu pencipta asa Walaupun sekejap  Tak mampu ku tahan kadang Hingga meradang Bagaimana aku menghadang Rasa memang tak mudah Sampai saat ini aku percaya sungguh Pada lagu ciptaan meggy z Lebih baik sakit gigi daripada sakit hati Tapi semua begitu penuh misteri tak ada yang mengerti Jalan cerita seseorang Maka kuatkan aku dalam menerima segalanya

Untuk Mu yang Pernah Mencintaiku.

Detik jarum memukul mundur masa lalu yang pernah terjadi. Memukul semakin keras hingga aku perlahan lupa dari segala peristiwa yang telah ada. Daun yang dulu pernah menjadi saksi, hingga bunga yang ku petik kala itu, nampaknya sudah kering keronta atau bahkan mati. Suara angin, manisnya senja hingga bulan di waktu malam rasanya sudah terhapus dari catatan-catatan puisi yang telah aku buat. Cepat begitu rasanya peristiwa itu terjadi. Aku dan kamu yang selalu berucap “ Selamat Pagi”, kini sudah tak ada dering dari nada ponsel. Banyak macam barang, catatan-catatan entah di meja, di kursi atau di tembok sudah tak tampak sedikitpun. Memang begitu keras waktu menjawab segalanya. Ruang yang pernah kita buat pun hampa tak berbau. Hanya lalat-lalat kecil yang beterbangan mencari bangkai bangkai binatang. Apalagi orang tua mu dan orang tua ku. Semua berharap sama. Aku dan Kamu akan duduk berdampingan hingga aku mengucapkan Qobiltu. Orang tua mu dan orang tua ku berharap sama. Aku dan Kamu be