Skip to main content

Rasa

       Hari ini, hari dimana aku pertama kali masuk kuliah. Tidak terasa aku sudah menginjak semester 3. Dengan segala asa yang aku genggam. Aku bertekad untuk terus memacu mewujudakn mimpi ini yang sedikit terpendam. Hari ini awal aku juga ke kampus naik kereta, aku semakin mengertin bahwa kehidupan orang kota sangat sangatlah terpacu dengan waktu. Berlomba kecepatan naik KRL, mengantri panjang di depan loket. Mungkin itulah yanng membuat orang kota lupa berdoa. 

       Dalam lingkungan perpustakaan Indonesia aku menulis sendiri. Tidak ada satu orang pun yang menemani. Gemuruh suara AC, lalu lalang para pegawai kebersihan membersihkan lantai. Tak tahu mengapa pikiran ini dilanda ketakutan. Ketakutan akan kehidupan yang akan aku jalani. Tidak biasanya aku memikirkan hal ini. Bukan suatu sikap seorang pemimpi yang merasa takut untuk menjalani kehidupan. 

      Sudah berganti musim, sekitar 8000 orang telah menerbangkan toga mereka. Kegembiraan hyang mewarnai rotunda menjadi saksi bahwa suatu saat aku akan merasakannya. Keluaraga, sanak saudara, dan semua orang yang telah berdoa akan merasasakan apa yang dirasakan sang wisudawan. AKu hanya berdoa semoga 8000 orang yang diluluskan akan menjadi orang yang menaruh pamrih kepada yang membutuhkan. 

         Harapanku begitu besar untuk menjadi orang. Orang yang bisa memberi manfaat kepada orang lain. Semester ini aku berharap bisa lebih baik dari semester sebelumnya. Yang mana aku sendiri merasa semster sebelumnya kurang cukup memenuhi standar orang lain.


Comments

Popular posts from this blog

Prural

             Dalam ramainya suara manasia yang bertukar kata. Tidak pernah terpikir dalam benak mereka akan datang suatu hari istimewa dalam diri mereka. Lampu dengan sinarnya menembus retina mata yang menjadikan mata ini berhias frame mata. Tidak dapat lepas hilir mudik para pemimpi kebijakan untuk menulis dan menceritakan ide masa depan. Para kaum intelektual berkumpul beradu ketepatan untuk dehumanisasi kasat mata.              Inilah kehidupan diatas kematian orang lain, Inilah kebahagiaan di atas kesedihan orang lain, Inilah kecerdasan diatas kebodohan orang lain. Memang hidup sekarang ini kejam, siapa diam itukah yang di injak. Diam bukan lagi emas, diam bukan mutiara yang yang diagungkan. Namun banyak berucap dan cerewetlah dialah yang bertahan dalam seleksi demokasi yang tabu dan dibuat buat.             Proses menuju ke hakikian hidup semakin terkunci dengan pintu kantor yang terbuka padi dan sore. Hiasan surgawi di hiasi dengan warna warna hijau dan sekutunya. Sajadah m

Menghadang rindu

Ada sekelebat rindu yang menumpuk Dari pelapuk mata yang berlari Menahan rasa  Darimu pencipta asa Walaupun sekejap  Tak mampu ku tahan kadang Hingga meradang Bagaimana aku menghadang Rasa memang tak mudah Sampai saat ini aku percaya sungguh Pada lagu ciptaan meggy z Lebih baik sakit gigi daripada sakit hati Tapi semua begitu penuh misteri tak ada yang mengerti Jalan cerita seseorang Maka kuatkan aku dalam menerima segalanya

Untuk Mu yang Pernah Mencintaiku.

Detik jarum memukul mundur masa lalu yang pernah terjadi. Memukul semakin keras hingga aku perlahan lupa dari segala peristiwa yang telah ada. Daun yang dulu pernah menjadi saksi, hingga bunga yang ku petik kala itu, nampaknya sudah kering keronta atau bahkan mati. Suara angin, manisnya senja hingga bulan di waktu malam rasanya sudah terhapus dari catatan-catatan puisi yang telah aku buat. Cepat begitu rasanya peristiwa itu terjadi. Aku dan kamu yang selalu berucap “ Selamat Pagi”, kini sudah tak ada dering dari nada ponsel. Banyak macam barang, catatan-catatan entah di meja, di kursi atau di tembok sudah tak tampak sedikitpun. Memang begitu keras waktu menjawab segalanya. Ruang yang pernah kita buat pun hampa tak berbau. Hanya lalat-lalat kecil yang beterbangan mencari bangkai bangkai binatang. Apalagi orang tua mu dan orang tua ku. Semua berharap sama. Aku dan Kamu akan duduk berdampingan hingga aku mengucapkan Qobiltu. Orang tua mu dan orang tua ku berharap sama. Aku dan Kamu be