Hari minggu, akhir bulan februari
ini aku sedikit digelikan dengan berbagai peristiwa yang cukup menguras pikiran
dan uang. Pertama, masalah kecil yang dilakukan oleh bocah besar kemudian
dibesar besarkan. Hingga menghasut sedikit banyak orang. Kejadian tersebut cukuplah
untuk mengeluarkan kata kata kasar dihadapannya. Dengan arogannya bocah
tersebut meneriakkan keadilan yang tidak adil dengan softpowernya. Tapi pada
akhirnya semua selesai dengan kepala dingin tanpa harus mengeluarkan air mata. Dari
peristiwa ini aku mendapat pelajaran berharga bahwa keadilan itu tidak mungkin ada tanpa ada rasa saling menghormati. Kemudian
bahwa kebaikan dan keburukan yang telah dilakukan lalu diucapkan dan diketahui oleh
banyak orang sangat sangatlah menyakitkan. Paling utama dan terpenting saat ini
adalah mengingat bahwa niat baik seseorang untuk membantu hingga merasa
kesusahan dapat diselesaikan dengan berhenti berbuat baik dan pergi dari rumah.
Karena apa? Rumah adalah tempat berteduh dari segala macam bahaya. Rumah tempat
untuk mencari keberkahan hidup. Apabila rumah telah membuat hati merasa gundah pergilah
sejenak lalu kalau mau kembali, silahkan kembali.
Berkaitan dengan uang. Apadaya
aku yang masih ditanggung orang tua. Belum punya penghasilan sendiri. Mau
melakukan apapun rasanya sangat berat apalagi yang berkaitan dengan pengeluaran.
Hal yang terpikirkan oleh aku ketika memegang uang adalah orang tua. Sebenarnya
cukup jahat ketika melihat orang tua kemudian yang ditandai adalah uang. Namun,
mau bagaimana lagi ketika aku dan orang tua terpisah jarak, hanya uang yang
mampu melegakan orang tua selain kesehatan. Berlanjut pada cerita yang berkaitan
dengan uang. Hari minggu kemarin saya akhirnya pulang setelah satu minggu
rencana untuk pulang batal terus. Pembatalan ini bukan tanpa sebab. Pergolakan
otak kanan dan kiri selalu menjadi penghalang untuk memulai tindakan pulang.
Ada saja hal hal yang membumbui mereka. Sebelum pulang seperti biasa aku beli
tiket hasil dari meminjam uang kakak. Jujur, aku sudah kehabisan uang selama seminggu.
Eh tiba tiba pas satu hari sebelum pulang bapak menelpon, “wes tekan hurug duit
e?, tanya bapak. “Sudah pak, aku kira duit ini transferan hasil penjualan opak”.
Dalam hati sedikit sedih dan senang. Sedih bapak mengirimi uang karena uangnya
dapat digunakan untuk yang lain. Tapi di satu sisi senang mendapat tambahan uang.
Dalam pikir “ Dasar anak labil”.
Berlanjut, ketika beli tiket aku memakai
motor teman aku. Ketika dalam perjalanan pulang dari membeli tiket ternyata motornya
ketusuk paku. Pakunya sih cukup besar dan membengkok pula. Aku sedikit bingung,
bingungnya adalah karena aku males untuk menembelkan. Selain itu, bannya tubles
lagi. Pasti agak sedikit mahal dari tambal ban seperti biasanya. Setelah dipertimbangkan
akhirnya aku ke tempat tembel ban. Sesampainya di bengkel, motor langsung di
urus dan sudah jadi. Pas di tanya berapa total harganya, “berapa pak”, tanya
saya. “jadi 65 mas”, jawab bapak. Dalam pikir “haduh, duit lagi duit lagi”.
Tapi karena itu sebagai wujud tanggung jawab akhirnya aku berusaha untuk melupakan dan mengikhlaskan.
Sehabis itu, sekitar pukul 15.00 wib aku berangkat menuju terminal bus keberangkatan.
Selalu dalam hati aku berdoa “semoga sebelahku cewek cantik dan seksi”. Walaupun
doa tersebut 99% tidak pernah terkabulkan. Benar, doa itu untuk sekian kalinya
tidak terkabulkan tapi hampir. Sebelah ku adalah seorang wanita tua dengan
pakaian yang repot. Sedangkan sebelah sampingku kiri pada bagian kursi yang
lain ada dua orang wanita muda yang cantik. “Mungkin untuk kali ini belum rezeki
aku”, ucap dalam hati.
dalam
perjalanan ibu di samping saya terlihat sangat cuek. Saya pun mulai mengajak
bicara. “Turun di mana buk”, tanya saya. “Wonosari mas”, jawab ibu. Tiba tiba
ibu ini melontarkan pertanyaan yang tentu saya akan jawab dengan ketawa. “Sudah
punya anak berapa mas”, tanya ibu. “Wah wah, aku belum punya anak buk, aku
masih kuliah”, jawab aku. Ibu itu sedikit malu telah melontarkan pertanyaan
itu. Akhirnya ibu bertanya. Ya pertanyaan pertanyaan templat lah. Kuliah dimana,
depoknya daerah mana, sambil kerja enggak, kerjanya ngapain aja. Setelah kehabisan bahan, sepanjang perjalanan aku dan ibu samping aku ini diam tidak mengobrol
sama sekali. Pada akhirnya semua tertidur dalam mimpinya masing masing.
Saling
berdiam diri memang tidak baik. Pada akhirnya diamnya aku dan ibu itu berakhir
pada keburukan. Setelah lama terdiam aku terbangun di bis yang hanya
berisisikan 5 orang. Komplit dengan ibu yang tertidur di samping aku. Aku
merasa kebingungan, “ dimana ini, keblablasen aku iki”, dalam pikir. Benar
sebenar benarnya. Aku yang seharusnya turun di terminal Purworejo malah
keblabasen sampai Yogyakarta. Aku bingung. Aku tanya ke pak supir, “Pak Purworejo
sudah tadi ya pak? (Harap harap cemas). Pak supir menjawab, “Wah sudah tadi dek”.
Aku lemas dan terkapar di bangku depan. Alasan yang membuatku lemas sudah jelas
yaitu uang. Berapa uang lagi yang harus
aku keluarkan untuk perjalanan pulang
ini. Ya Allah
Pukul 05.00 pagi aku tiba di terminal Giwangan.
Sesampainya turun tukang ojek beramai ramai
menjajakan mulutnya kepada para
penumpang yang turun. “Ojek ojek ojek, mau kemana”. Kata kata itu seperti yel
yel banser dengan semangat, serentak dengan seragam yang dipakainya. Aku tidak terlepas
dari tawaran itu. “Mau kemana dek”, tanya tukang ojek. “Ke Magelang pak”, jawab
aku. Bapak itu dengan baik menjadi marketing yang baik pula. “Wah saya orang
blabak, nanti saya carikan bis untuk adik”, ucap bapak. Omongan bapak itu
tentunya melegakan hati dong. Aku pun meladeni omongan bapak itu. Tapi tiba
tiba bapak itu bilang “ ya 65 ribu aja dek, nanti saya antarkan
sampai terminal
Jombor”. What the Fuck.
Everything is about money.
26-2-2019
Comments
Post a Comment