Skip to main content

Politik itu menyatukan keluarga?

sumber: google

Berbicara masalah politik tidak akan habisnya, akan selalu muncul kemungkinan kemungkinan dari hasil analisa siapa yang diajak bicara. Apalagi 2019 ini merupakan tahun politik. Tentunya tidak akan hilang pembicaraan terkait pak Jokowi dan pak Prabowo. Kebaikan dan keburukan ke duanya akan selalu dibicarakan dalam setiap sudut rumah atau warung kopi. Hal tersebut tidak lepas dari keduanya yang aku rasa telah jahat menggunakan agama untuk mempertahankan atau merebut kekuasaan.
Banyak yang kecewa memang dari kedua tokoh ini hingga memunculkan pesimistis terhadap apa yang akan terjadi kedepannya. Pesimistis ini muncul karena wacana wacana yang dimunculkan ini saling menumbuhkan keraguan. Mulai dari kemunduran dan kemajuan Islam. Kenapa Islam? Pasti sudah tahu sendiri jawabannya.

Islam sebagai sebuah agama mayoritas dan menjadi agama terakhir sebagai penyempurna agama agama sebelumnya telah membawa umatnya untuk berjuang memajukan Islam yang selama ini telah dikalahkan dengan peradapan orang orang non Islam. Orang orang yang peduli pada agama Islam tentunya memanfaatkan momen momen apapun untuk menguasi dan membangun legacy pada sektor sektor kehidupan.

Kembali ke masalah Indonesia saat ini, pertarungan dengan menggunakan nama islam telah dimunculkan secara masif pada masyarakat luas. Seakan akan hanya Islam lah yang paling terbaik untuk mengelola bangsa ini. Peristiwa Ahok dengan torehan peristiwa 212 telah membukakan gerbang bagi kelompok kelompok Islam untuk secara terbuka ikut dalam menentukan nasib bangsa ini. Namun, aku merasa bahwa setiap peristiwa politik tidak terlepas dari kepentingan baik dan buruk. Kepentingan inilah yang kurang diketahui oleh masyarakat terutama mereka yang kurang pengetahuan.
Adu domba antar kelompok ormas pun dilakukan. NU, Muhammadiyah dan Tarbiyah sebagai kelompok yang mengisi keislaman bangsa ini sedang di uji. Layaknya cerita mustika naga yang dituliskan oleh Candra Malik yang menceritakan bagaimana para naga sedang mencari mustikanya yang telah hilang dan diambil oleh kelompok luar. Para naga ingin menuntut kembali otoritasnya dan autoritinya untuk mengatur kembali wilayah yang memang dimilikinya dan kemudian dipinjamkan. Namun, perjalanannya tidak mudah, cinta yang menjadi kunci untuk kedamaian hidup pun dikorbankan untuk menghidupkan kembali sebuah zaman yang dipercaya dan diyakini sebagai zaman yang paling diridhoi oleh gusti Allah. Saka, Akasya, dan keisya membutuhkan waktu lama untuk menyadari bahwa mereka berasal dari satu bapak beda ibu. Mereka mengorbankan waktu untuk bercinta dan merindu. Padahal hakikatnya mau tidak mau harus saling mencintai dan merindu. Tapi tuhan memang selalu menguji hambanya.

Sudah jelas bahwa politik secara umumnya menjadi alat pemersatu. Dengan politik sangat terbuka sekali untuk saling berbicara dan mendengarkan satu sama lain. Politik membuat hidup manusia menjadi bernilai. Tapi sayang Sengkuni selalu bersembunyi pada proses politik itu sendiri yang membuat rasanya lebih baik mati daripada melihat orang lain hidup.

Kalitengah, 15 Januari 2019



Comments

Popular posts from this blog

Prural

             Dalam ramainya suara manasia yang bertukar kata. Tidak pernah terpikir dalam benak mereka akan datang suatu hari istimewa dalam diri mereka. Lampu dengan sinarnya menembus retina mata yang menjadikan mata ini berhias frame mata. Tidak dapat lepas hilir mudik para pemimpi kebijakan untuk menulis dan menceritakan ide masa depan. Para kaum intelektual berkumpul beradu ketepatan untuk dehumanisasi kasat mata.              Inilah kehidupan diatas kematian orang lain, Inilah kebahagiaan di atas kesedihan orang lain, Inilah kecerdasan diatas kebodohan orang lain. Memang hidup sekarang ini kejam, siapa diam itukah yang di injak. Diam bukan lagi emas, diam bukan mutiara yang yang diagungkan. Namun banyak berucap dan cerewetlah dialah yang bertahan dalam seleksi demokasi yang tabu dan dibuat buat.             Proses menuju ke hakikian hidup semakin terkunci dengan pintu kantor yang terbuka padi dan sore. Hiasan surgawi di hiasi dengan warna warna hijau dan sekutunya. Sajadah m

Menghadang rindu

Ada sekelebat rindu yang menumpuk Dari pelapuk mata yang berlari Menahan rasa  Darimu pencipta asa Walaupun sekejap  Tak mampu ku tahan kadang Hingga meradang Bagaimana aku menghadang Rasa memang tak mudah Sampai saat ini aku percaya sungguh Pada lagu ciptaan meggy z Lebih baik sakit gigi daripada sakit hati Tapi semua begitu penuh misteri tak ada yang mengerti Jalan cerita seseorang Maka kuatkan aku dalam menerima segalanya

Untuk Mu yang Pernah Mencintaiku.

Detik jarum memukul mundur masa lalu yang pernah terjadi. Memukul semakin keras hingga aku perlahan lupa dari segala peristiwa yang telah ada. Daun yang dulu pernah menjadi saksi, hingga bunga yang ku petik kala itu, nampaknya sudah kering keronta atau bahkan mati. Suara angin, manisnya senja hingga bulan di waktu malam rasanya sudah terhapus dari catatan-catatan puisi yang telah aku buat. Cepat begitu rasanya peristiwa itu terjadi. Aku dan kamu yang selalu berucap “ Selamat Pagi”, kini sudah tak ada dering dari nada ponsel. Banyak macam barang, catatan-catatan entah di meja, di kursi atau di tembok sudah tak tampak sedikitpun. Memang begitu keras waktu menjawab segalanya. Ruang yang pernah kita buat pun hampa tak berbau. Hanya lalat-lalat kecil yang beterbangan mencari bangkai bangkai binatang. Apalagi orang tua mu dan orang tua ku. Semua berharap sama. Aku dan Kamu akan duduk berdampingan hingga aku mengucapkan Qobiltu. Orang tua mu dan orang tua ku berharap sama. Aku dan Kamu be