Skip to main content

Hujan dan Perasaan



Malam ini dengan suara hujan yang menghantam genting aku membalas gemericiknya. Aku bersua dengan para makhluk tuhan yang tidak aku sadari telah memperhatikanku. Lampu redup menerangi pikiran gelap dengan hati yang sedikit agak gundah. Entah kesalahan apa yang aku perbuat.Petir menyambar malu namun gemuruh tetap seperti biasanya. Aku terduduk termangu dibelakang teras rumah dengan kepulan asap bercampur kulit duku. Tidak ada siapapun disampingku. Hanya bayang bayang ketakutan dan kecemasan yang terus menempel. Tidak tahu apa yang terjadi dan akan terjadi, hanya rasa takut saja ketika sampai pada waktunya.

Malam ini aku merasa bahwa batu besar telah meruntuhkan pikiranku. Rasa sendiri dalam menjalani hidup ditambah rasa bahwa hanya aku yang paling banyak cobaan telah hancur tak tersisa. Aku belum seberapa. Ternyata kebutaan telah melanda hidupku saat ini. Aku tidak melihat Lorong Lorong gelap dalam kumpulan sinar lampu. Aku terpental ke lantai hingga lampu itu tiba tiba mati.
Dalam hidup banyak hal yang aku belum cari dan aku ketahui. Aku masih aku dengan keakuanku. Aku polos dengan kebodohanku. Aku manusia yang hanya tahu tentang daging dan darah yang terus mengisi. Aku berjuang ternyata hanya perasaaan ku saja kalau aku berjuang. Aku bermimpi ternyata hanya tidurku saja yang aku besarkan. Masihkah pantas aku berucap kalau aku sang pemimpi? Atau aku adalah manusia?

Begitu banyak pertanyaan yang menghantui tentang diriku saat ini. Bukan karena kurang pintar untuk menjawab tapi kurang ajar karena aku tidak mencari jawabannya. Aku terlalu manja hingga yang membuat pertanyaan melupakan aku begitu saja. Aku bak kapal yang sedang terombang ambing. Sedikit air menghantam aku rapuh dan tidak cepat berdiri lagi. Sampai kapan aku sampai dengan perasaan yang seperti ini. Bumbu bumbu dapur telah banyak menyenangkan orang tapi kenapa aku hanya menjadi kuman yang menghinggapi. Aku telah membusukkan diriku sendiri sampai aku menjadi besar dangan kebusukanku.
Memang hidup tidak mudah,  kalau hanya sekedar bernafas. Aku tidak memahami kalau nafas ternyata dibuat dengan sangat kompleks dan begitu sempurnanya oleh sang pencipta alam ini.

Wonosobo, 23 03 2019


Comments

Popular posts from this blog

Prural

             Dalam ramainya suara manasia yang bertukar kata. Tidak pernah terpikir dalam benak mereka akan datang suatu hari istimewa dalam diri mereka. Lampu dengan sinarnya menembus retina mata yang menjadikan mata ini berhias frame mata. Tidak dapat lepas hilir mudik para pemimpi kebijakan untuk menulis dan menceritakan ide masa depan. Para kaum intelektual berkumpul beradu ketepatan untuk dehumanisasi kasat mata.              Inilah kehidupan diatas kematian orang lain, Inilah kebahagiaan di atas kesedihan orang lain, Inilah kecerdasan diatas kebodohan orang lain. Memang hidup sekarang ini kejam, siapa diam itukah yang di injak. Diam bukan lagi emas, diam bukan mutiara yang yang diagungkan. Namun banyak berucap dan cerewetlah dialah yang bertahan dalam seleksi demokasi yang tabu dan dibuat buat.             Proses menuju ke hakikian hidup semakin terkunci dengan pintu kantor yang terbuka padi dan sore. Hiasan surgawi di hiasi dengan warna warna hijau dan sekutunya. Sajadah m

Menghadang rindu

Ada sekelebat rindu yang menumpuk Dari pelapuk mata yang berlari Menahan rasa  Darimu pencipta asa Walaupun sekejap  Tak mampu ku tahan kadang Hingga meradang Bagaimana aku menghadang Rasa memang tak mudah Sampai saat ini aku percaya sungguh Pada lagu ciptaan meggy z Lebih baik sakit gigi daripada sakit hati Tapi semua begitu penuh misteri tak ada yang mengerti Jalan cerita seseorang Maka kuatkan aku dalam menerima segalanya

Untuk Mu yang Pernah Mencintaiku.

Detik jarum memukul mundur masa lalu yang pernah terjadi. Memukul semakin keras hingga aku perlahan lupa dari segala peristiwa yang telah ada. Daun yang dulu pernah menjadi saksi, hingga bunga yang ku petik kala itu, nampaknya sudah kering keronta atau bahkan mati. Suara angin, manisnya senja hingga bulan di waktu malam rasanya sudah terhapus dari catatan-catatan puisi yang telah aku buat. Cepat begitu rasanya peristiwa itu terjadi. Aku dan kamu yang selalu berucap “ Selamat Pagi”, kini sudah tak ada dering dari nada ponsel. Banyak macam barang, catatan-catatan entah di meja, di kursi atau di tembok sudah tak tampak sedikitpun. Memang begitu keras waktu menjawab segalanya. Ruang yang pernah kita buat pun hampa tak berbau. Hanya lalat-lalat kecil yang beterbangan mencari bangkai bangkai binatang. Apalagi orang tua mu dan orang tua ku. Semua berharap sama. Aku dan Kamu akan duduk berdampingan hingga aku mengucapkan Qobiltu. Orang tua mu dan orang tua ku berharap sama. Aku dan Kamu be