Skip to main content

Stoikisme ala Santri


Sekali lagi, hari ini saya bertemu dengan orang yang luar biasa. Tidak tahu kenapa, selalu ada jalan untuk mendapat nasehat dalam menjalani hidup. Saya yang saat ini masih rapuh jiwa dengan kadar kemantapan dan keyakinan hidup yang masih gampang mudar. Sedikit demi sedikit mendapat dalil dalil bagaimana cara menjalani hidup. Pagi ini saya diajak kakak ku untuk sowan ke salah satu kyai yang ada di Borobudur. Sudah tentu bahagia, alkhamdulillah hati saya selalu diberi semangat dan bahagia ketika diajak untuk bertemu dengan para ahli ilmu. Kyai Muhyidin namanya. Pengasuh ponpes Mambaul `Ulum di Tegalarum, Borobudur. Sudah sepuh beliau, rambut dan jenggot yang sudah berwarna putih. Pertama kali masuk ke ndalem  beliau rasanya adem, tegang, tidak ada aura cerah. Saya sebagai penderek kakak saya, saya hanya diam dan mencoba mententramkan diri. Setelah berdiam cukup lama, akhirnya pembicaraan dibuka dengan pertanyaan pertanyaan template. Setelah sekian lama mendengarnya saya mulai mengangguk angguk mencoba memikirkan apa yang dikabarkan oleh beliau. Ternyata dan ternyata. Beliau bukanlah seorang kyai pada umumnya yang terkadang sangat sedikit pengendikan terhadap tamunya yang tentu baru dikenalnya.

Awal mula beliau bercerita tentang cobaan yang dihadapi oleh kakak saya yang sampai saat ini belum dikaruniai momongan. Banyak pelajaran yang dapat saya ambil dari pengendikan beliau. Beliau ngendika bahwa kunci hidup ini ada tiga yaitu bungah, percaya, legowo. Ketiganya saling berkesinambungan. Bungah, Allah menciptakan manusia hidup adalah untuk beribadah dengan-Nya. Ibadah dengan disertai bungah, ikhlas, tanpa paksaan akan membuat hati benar benar bersih dari segala macam penyakit. Bungah juga membuat hidup kita akan menjadi sehat. Kemudian percaya, Allah menciptakan manusia dan pasti akan tanggung jawab terhadap ciptaannya. Namun, semua itu tergantung hambanya bagaimana menanamkan kepercayaan itu hingga menumbuhkan keyakinan yang akan membuat hati menjadi mantap. Begitu juga Legowo, hasil dari buah penanaman bungah dan percaya. Semua hal di dunia ini sudah disesuaikan sesuai porsinya. Sesuai tingkatannya. Harus bersyukur atas pemberian yang telah diamanahkan kepada kita.

Akhirnya setelah saya ikrar silaturahim, saya pun ditanya. “Kamu di mana sekarang”, tanya kyai. “Saya di depok kyai, kuliah”, jawab saya. “Wah hebat, anak saya juga mondok di al Hikam itu”, ucap kyai. Akhirnya pembicaraan pun mengalir. Saya diberi wejangan terutama penguatan diskusi terhadap ketatanegaraan. Sejarah perjuangan para ulama, perjuangan NU dalam mempertahankan NKRI. Banyak filosofi-filosofi yang beliau jelaskan terutama terkait lambang bendera NU dan hal hal yang berkaitan dengan sejarah kemerdekaan bangsa. Beliau juga turut prihatin dengan kondisi saat ini, bagaimana lafazd lafadz suci yang tertulis di mushaf ditulis, diletakkan tidak pada tempat yang suci. Beliau sangat menjaga sekali hal hal yang berkaitan dengan kalam kalam suci apalagi yang telah dituliskan dalam al qur`an.

Kemudian saya pun ditanya terkait himmah atau cita cita terbesar yang paling mulia. “Menurut mas, sampean kudu duwe himmah seg gede, nah sege gede iku menurut mu opo?”, tanya kyai. “Himmah yang gede iku bukan dadi presiden, bukan dadi Menteri, bukan duweni hotel akeh, opo mas”, lanjut kyai. Saya pun agak tidak sadar apakah saya ditanya beneran atau tidak. Akhirnya saya disenggol oleh kakak saya untuk menjawab pertanyaan kyai. “dereng sumerep kulo”, jawab kulo. Kyai pun tertawa. Kemudian kyai memberikan bocoran terhadap pertanyaan beliau “ himmah seg paling gede iku gawe bungah wong liya, ilmu iki alat, seg paling penting iku gawe bungah wong liya. Iku paling utama. Orang iku merasa bungah ketika ono dewe. Jadi jangan menggunakan ilmu untuk menjatuhkan orang tapi untuk membuat bungah uwong liyo. Dadi Kyai yo seg iso gawe bungah masyarakate ojo malah meden meden ni”, jawab beliau. Saya pun sontak terkejut mendengar pengendikan beliau. Pengendikan tersebut adalah pengendikan yang sering diucapkan oleh guru guru saya sebelumnya. Dalam hati pun saya berkata “wah kyai ini, bukan kyai biasa, angel golek kyai seg koyo ngene. Apalagi ngendikane merakyat, bisa merangkul orang orang yang diajak bicara”, ucap dalam hati. Menurut beliau dimana kita hidup, kita harus mempunyai himmah yang besar. Insyaallah allah memberikan fasilitas yang akan menunjang tercapainya himmah kita. Tidak banyak orang yang sadar akan hal itu. Namun, untuk memberika bungah kepada orang lain syarat mutlak yang harus dilaksanakan adalah harus bungah pada diri sendiri dulu. Kita harus menjadi pribadi yang kuat, tentram dan anteng ati pikiran. Ketika digores apapun tidak akan mengubah kondisi kita sebelumnya.
Mulai dari hal itu saya pun mulai berpikir dan mencoba mengingat ingat kembali petuah petuah yang dulu pernah saya dapat. Kemudian saya merenungi sejenak tentang realita yang terjadi saat ini. Banyak orang telah membuat susah dirinya sendiri, padahal gusti Allah dengan segala nikmatnya telah membuat senang makhluk makhluknya. Namun, saya juga sadar bahwa untuk menuju kematangan batin, pikir, dan amal butuh proses yang cukup keras. Kyai Muhyidin juga ngendikan bahwa “nek dadi santri ojo pinter pinter, engko bahaya. Hiso luwih seko liyane. Kemungkinan kemungkinan hal hal negative bakal teko nk dadi cah pinter nde pondok. Goblok di pondok itu sesuatu yang wajar. Kita tidak tahu ilmu kita akan ditaruh dimana. Yang penting berdoa aja semoga ilmunya manfaat barokah”.

“Hidup ini asyik. Tuhan itu maha asyik”, ucap beliau. Beliau juga jarang sambat ketika ada masalah kepada orang lain. Beliau langsung meminta kepada Allah. Memang berbeda dengan saya yang masih seperti ini. Keyakinan terhadap hidup ini masih sangatlah lemah. Saya masih gampang terombang ambing dalam hembusan suasana dan pikir pikir yang terkadang tidak sesuai dengan hati.
Magelang, 09/06/2019


Comments

Popular posts from this blog

Prural

             Dalam ramainya suara manasia yang bertukar kata. Tidak pernah terpikir dalam benak mereka akan datang suatu hari istimewa dalam diri mereka. Lampu dengan sinarnya menembus retina mata yang menjadikan mata ini berhias frame mata. Tidak dapat lepas hilir mudik para pemimpi kebijakan untuk menulis dan menceritakan ide masa depan. Para kaum intelektual berkumpul beradu ketepatan untuk dehumanisasi kasat mata.              Inilah kehidupan diatas kematian orang lain, Inilah kebahagiaan di atas kesedihan orang lain, Inilah kecerdasan diatas kebodohan orang lain. Memang hidup sekarang ini kejam, siapa diam itukah yang di injak. Diam bukan lagi emas, diam bukan mutiara yang yang diagungkan. Namun banyak berucap dan cerewetlah dialah yang bertahan dalam seleksi demokasi yang tabu dan dibuat buat.             Proses menuju ke hakikian hidup semakin terkunci dengan pintu kantor yang terbuka padi dan sore. Hiasan surgawi di hiasi dengan warna warna hijau dan sekutunya. Sajadah m

Menghadang rindu

Ada sekelebat rindu yang menumpuk Dari pelapuk mata yang berlari Menahan rasa  Darimu pencipta asa Walaupun sekejap  Tak mampu ku tahan kadang Hingga meradang Bagaimana aku menghadang Rasa memang tak mudah Sampai saat ini aku percaya sungguh Pada lagu ciptaan meggy z Lebih baik sakit gigi daripada sakit hati Tapi semua begitu penuh misteri tak ada yang mengerti Jalan cerita seseorang Maka kuatkan aku dalam menerima segalanya

Untuk Mu yang Pernah Mencintaiku.

Detik jarum memukul mundur masa lalu yang pernah terjadi. Memukul semakin keras hingga aku perlahan lupa dari segala peristiwa yang telah ada. Daun yang dulu pernah menjadi saksi, hingga bunga yang ku petik kala itu, nampaknya sudah kering keronta atau bahkan mati. Suara angin, manisnya senja hingga bulan di waktu malam rasanya sudah terhapus dari catatan-catatan puisi yang telah aku buat. Cepat begitu rasanya peristiwa itu terjadi. Aku dan kamu yang selalu berucap “ Selamat Pagi”, kini sudah tak ada dering dari nada ponsel. Banyak macam barang, catatan-catatan entah di meja, di kursi atau di tembok sudah tak tampak sedikitpun. Memang begitu keras waktu menjawab segalanya. Ruang yang pernah kita buat pun hampa tak berbau. Hanya lalat-lalat kecil yang beterbangan mencari bangkai bangkai binatang. Apalagi orang tua mu dan orang tua ku. Semua berharap sama. Aku dan Kamu akan duduk berdampingan hingga aku mengucapkan Qobiltu. Orang tua mu dan orang tua ku berharap sama. Aku dan Kamu be