Sekali
lagi, hari ini saya bertemu dengan orang yang luar biasa. Tidak tahu kenapa, selalu
ada jalan untuk mendapat nasehat dalam menjalani hidup. Saya yang saat ini
masih rapuh jiwa dengan kadar kemantapan dan keyakinan hidup yang masih gampang
mudar. Sedikit demi sedikit mendapat dalil dalil bagaimana cara menjalani
hidup. Pagi ini saya diajak kakak ku untuk sowan ke salah satu kyai yang
ada di Borobudur. Sudah tentu bahagia, alkhamdulillah hati saya selalu diberi
semangat dan bahagia ketika diajak untuk bertemu dengan para ahli ilmu. Kyai Muhyidin
namanya. Pengasuh ponpes Mambaul `Ulum di Tegalarum, Borobudur. Sudah sepuh
beliau, rambut dan jenggot yang sudah berwarna putih. Pertama kali masuk ke ndalem
beliau rasanya adem, tegang, tidak
ada aura cerah. Saya sebagai penderek kakak saya, saya hanya diam dan mencoba
mententramkan diri. Setelah berdiam cukup lama, akhirnya pembicaraan dibuka
dengan pertanyaan pertanyaan template. Setelah sekian lama mendengarnya saya
mulai mengangguk angguk mencoba memikirkan apa yang dikabarkan oleh beliau. Ternyata
dan ternyata. Beliau bukanlah seorang kyai pada umumnya yang terkadang sangat
sedikit pengendikan terhadap tamunya yang tentu baru dikenalnya.
Awal
mula beliau bercerita tentang cobaan yang dihadapi oleh kakak saya yang sampai
saat ini belum dikaruniai momongan. Banyak pelajaran yang dapat saya ambil dari
pengendikan beliau. Beliau ngendika bahwa kunci hidup ini ada tiga yaitu
bungah, percaya, legowo. Ketiganya saling berkesinambungan. Bungah, Allah
menciptakan manusia hidup adalah untuk beribadah dengan-Nya. Ibadah dengan
disertai bungah, ikhlas, tanpa paksaan akan membuat hati benar benar bersih
dari segala macam penyakit. Bungah juga membuat hidup kita akan menjadi sehat.
Kemudian percaya, Allah menciptakan manusia dan pasti akan tanggung jawab
terhadap ciptaannya. Namun, semua itu tergantung hambanya bagaimana menanamkan
kepercayaan itu hingga menumbuhkan keyakinan yang akan membuat hati menjadi
mantap. Begitu juga Legowo, hasil dari buah penanaman bungah dan percaya.
Semua hal di dunia ini sudah disesuaikan sesuai porsinya. Sesuai tingkatannya.
Harus bersyukur atas pemberian yang telah diamanahkan kepada kita.
Akhirnya
setelah saya ikrar silaturahim, saya pun ditanya. “Kamu di mana sekarang”,
tanya kyai. “Saya di depok kyai, kuliah”, jawab saya. “Wah hebat, anak saya
juga mondok di al Hikam itu”, ucap kyai. Akhirnya pembicaraan pun mengalir.
Saya diberi wejangan terutama penguatan diskusi terhadap ketatanegaraan.
Sejarah perjuangan para ulama, perjuangan NU dalam mempertahankan NKRI. Banyak
filosofi-filosofi yang beliau jelaskan terutama terkait lambang bendera NU dan
hal hal yang berkaitan dengan sejarah kemerdekaan bangsa. Beliau juga turut prihatin
dengan kondisi saat ini, bagaimana lafazd lafadz suci yang tertulis di mushaf
ditulis, diletakkan tidak pada tempat yang suci. Beliau sangat menjaga sekali
hal hal yang berkaitan dengan kalam kalam suci apalagi yang telah dituliskan
dalam al qur`an.
Kemudian
saya pun ditanya terkait himmah atau cita cita terbesar yang paling mulia. “Menurut
mas, sampean kudu duwe himmah seg gede, nah sege gede iku menurut mu opo?”,
tanya kyai. “Himmah yang gede iku bukan dadi presiden, bukan dadi Menteri,
bukan duweni hotel akeh, opo mas”, lanjut kyai. Saya pun
agak tidak sadar apakah saya ditanya beneran atau tidak. Akhirnya saya disenggol
oleh kakak saya untuk menjawab pertanyaan kyai. “dereng sumerep kulo”,
jawab kulo. Kyai pun tertawa. Kemudian kyai memberikan bocoran terhadap
pertanyaan beliau “ himmah seg paling gede iku gawe bungah wong liya,
ilmu iki alat, seg paling penting iku gawe bungah wong liya. Iku paling
utama. Orang iku merasa bungah ketika ono dewe. Jadi jangan menggunakan
ilmu untuk menjatuhkan orang tapi untuk membuat bungah uwong liyo. Dadi
Kyai yo seg iso gawe bungah masyarakate ojo malah meden meden ni”, jawab
beliau. Saya pun sontak terkejut mendengar pengendikan beliau. Pengendikan
tersebut adalah pengendikan yang sering diucapkan oleh guru guru saya sebelumnya.
Dalam hati pun saya berkata “wah kyai ini, bukan kyai biasa, angel golek kyai
seg koyo ngene. Apalagi ngendikane merakyat, bisa merangkul orang orang yang diajak
bicara”, ucap dalam hati. Menurut beliau dimana kita hidup, kita harus
mempunyai himmah yang besar. Insyaallah allah memberikan fasilitas yang akan
menunjang tercapainya himmah kita. Tidak banyak orang yang sadar akan hal itu. Namun,
untuk memberika bungah kepada orang lain syarat mutlak yang harus dilaksanakan
adalah harus bungah pada diri sendiri dulu. Kita harus menjadi pribadi yang
kuat, tentram dan anteng ati pikiran. Ketika digores apapun tidak akan
mengubah kondisi kita sebelumnya.
Mulai
dari hal itu saya pun mulai berpikir dan mencoba mengingat ingat kembali petuah
petuah yang dulu pernah saya dapat. Kemudian saya merenungi sejenak tentang realita
yang terjadi saat ini. Banyak orang telah membuat susah dirinya sendiri,
padahal gusti Allah dengan segala nikmatnya telah membuat senang makhluk
makhluknya. Namun, saya juga sadar bahwa untuk menuju kematangan batin, pikir,
dan amal butuh proses yang cukup keras. Kyai Muhyidin juga ngendikan bahwa
“nek dadi santri ojo pinter pinter, engko bahaya. Hiso luwih seko liyane.
Kemungkinan kemungkinan hal hal negative bakal teko nk dadi cah pinter nde
pondok. Goblok di pondok itu sesuatu yang wajar. Kita tidak tahu ilmu kita akan
ditaruh dimana. Yang penting berdoa aja semoga ilmunya manfaat barokah”.
“Hidup
ini asyik. Tuhan itu maha asyik”, ucap beliau. Beliau juga jarang sambat ketika
ada masalah kepada orang lain. Beliau langsung meminta kepada Allah. Memang
berbeda dengan saya yang masih seperti ini. Keyakinan terhadap hidup ini masih
sangatlah lemah. Saya masih gampang terombang ambing dalam hembusan suasana dan
pikir pikir yang terkadang tidak sesuai dengan hati.
Magelang,
09/06/2019
Comments
Post a Comment