Begitulah yang aku pikirkan dalam
dua hari ini. Mati listrik yang cukup lama dalam sejarah tinggal di kota. Hampir
semua kegiatan yang berhubungan dengan elektronik lumpuh total. Tidak ada suara
kebisingan kereta, tidak ada suara defeat or victory, ataupun musik yang biasanya terdengar dari
kamar sebelah. Walaupun ada beberapa suara musik dari tetangga RT yang sedang
asik merayakan lomba 17 an dan juga suara adzan yang masjidnya memakai genset.
Dunia hari itu gelap, dengan hembusan angin yang tidak seperti biasanya. Kekhawatiran mulai muncul mengapa mati
listriknya begitu lama? Apakah ada bencana atau ada sabotase yang dilakukan
oleh beberapa orang? Aku tidak bisa mencari informasi terkait hal ini. Tidak
ada sinyal, begitu juga hp ku yang dari bangun tidur sudah tinggal 20 % hingga
akhirnya tidak ada aliran listrik
.
Hari hari ku lewatkan dengan
ngobrol bersama teman teman. Terkadang berjalan muter muter keliling rumah,
duduk di belakang rumah, ngopi, ngerokok dan baca buku. Tidak ada kegiatan yang
special pada hari itu. Namun, mulai menjelang malam otak ini menerima
rangsangan dari kondisi badan yang belum mandi sejak bermain futsal tadi malam.
Akhirnya hal tersebut memunculkan buah buah pemikiran ekstrim dari adanya gejala
mati listrik ini. Tidak adanya air untuk mandi, menjadi salah satu masalah bagi orang
orang kota. Dengan suhu cuaca yang panas seperti ini mungkin satu hari tanpa
mandi dan kipas angin bisa gatal gatal. Untungnya di rumah ada persediaan air
di torrent milik sayuran
pagi. Agaknya torrent tersebut menjadi salah satu harta berharga yang kita
miliki pada hari itu.
Dari sore hingga malam aku dan teman teman terus ngobrol
tentang hal hal yang akan terjadi ketika mati listrik ini tidak segera hidup. Penjarahan,
tindak kejahatan mungkin akan banyak terjadi jika listrik dalam dua hari tidak
menyala. Pikiran pikiran ekstrim ini sangat begitu rasional kalau diterapkan di
kota. Desakan untuk bertahan hidup dalam kondisi seperti ini akan mendorong mereka
melakukan segalanya. Bahkan ada salah satu temanku yang berpikira kalau dalam
dua hari tidak hidup mending balik ke desa naik motor. Begitu fitalnya listrik
pada zaman post modern ini. Banyak orang lumpuh tidak bisa apa apa. PLN sebagai
perusahaan menjadi viral pada hari itu. Penjelasan PLN tentunya tidak bisa
serta merta dipahami oleh beberapa pihak terutama pemerintah. Pemerintah dengan
segala adikuasanya aku merasa kecolongan dalam kasus mati listrik ini. Dampaknya
begitu besar persepsi masyarakat terhadap pemerintah. Dari sudut pandang
ekonomi dan politik mungkin tidak akan banyak aku bahas. Mungkin pembahasannya
bisa dilihat di tigaparagrph.wordpress.com.
Hidup di kota dengan segala gemerlap dan segala arus yang terus
mengalir. Tentunya akan banyak kejenuhan yang melanda. Kejenuhan kejenuhan itu
akan selalu terjadi hingga menjadi hal yang biasa. Tidak dipungkiri bahwa dengan
kejenuhan dari segala aktivitas yang dilakukan aliran listrik menjadi sangat
berharga. TV, HP, Laptop, Kulkas, Mesin Cuci, AC, Kipas Angin dan alat alat
lain inilah yang mungkin menjadi hiburan bagi orang kota untuk melepas penat
dari aktivitasnya. Namun, bagaimana kalau sumber nyawa dari alat alat tersebut tidak
ada? Jawabannya bisa dipikirkan sendiri. Mungkin dari matinya listrik ini ada
satu nyawa yang sangat Bahagia sekali. Nyawa itu adalah lingkungan. Seperti orang
kota, lingkungan juga mungkin jenuh dengan keseharian yang dialami.
Depok, 06/08/2019
Comments
Post a Comment