Skip to main content

Berlian Triatma


Talenta III. Wonosobo, 01/01/2019
Berpakaian nyentrik, kaos ketat tanda perut buncit, dan tidak kuat berlari mengelilingi UI mungkin itulah yang cocok disematkan pada temanku ini. Penyematan ini mungkin hanya dilegitimasi oleh mereka yang sebenar-benarnya kenal dengan aslinya. Daya nalar kritis, kebanyakan tanya dan menjadi famous seperti sekarang ini mungkin buah dari dirinya ingin mencari wanita yang diidamkan. Sungguh kasihan memang.

Pertama kali bertemu mungkin kita disatukan oleh identitas yang sama yaitu “satu jawa”. Walaupun berbeda logat dan kota “Magelang dan Malang” tapi hal itu cukup membawa semangat untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Memang jujur, di tengah kumpulan orang orang berbicara bahasa Indonesia ditambah lagi dengan langue yang tidak biasa, terkadang membuat bibir terkunci tidak terbuka. Oleh karena itu, berbahasa jawa menjadi salah satu wujud kemerdekaan yang yang hakiki. Mulut serasa tidak punya dosa, ringan berkata, mengumpat dan tidak cepat berbusa. Dari beberapa kata yang ada, satu kata yang mungkin hingga saat ini menyatukan pertemuan ini adalah “Jancuk”. Kata ini telah menjadi makanan setiap kali pertemuan “Cuk, Jancuk”.
Macam macamnya seperti ini.
“Cuk, duwe duwet gak cuk?”
“Ora, cuk”
“Cuk, tak dolan rono”
“Oke, cuk”
            “Cuk, mending pacaran mbe Mrs. L”
            “Wah, Jancuk”
Dan banyak obrolan yang sebenarnya berkualitas tapi tidak aku tuliskan di sini. Kerekatan hubungan aku dan berli selain dari persoalan identitas adalah adanya toleransi yang tinggi terutama masalah agama yang akhirnya kita sama sama menyukai seorang budayawan yang sering nongkrong di TIM yakni Mbah Nun.

Berlian Triatma mungkin salah satu teman yang memiliki mimpi cukup unik dari banyak mimpi kebanyakan orang. “Berjualan Sate di Jerman” itulah mimpi yang diucap Berli dan selalu aku tertawakan. Tapi dari mimpi itu aku semakin mengenal dan belajar dari dia tentang keberanian untuk menaruh harapan setinggi tingginya.
Berbicara pertemanana, Berlian Triatma mungkin menjadi salah satu teman kuliah yang istiqomah menemaniku dari segala kondisi. Terbukti hingga saat ini, ketika aku miskin dulu hingga menjadi kaya seperti sekarang ini dia juga masih menemani. Teman yang satu ini memang teman kiri dan kanan.
Memang harus diakui banyak kebisaan yang dapat dilakukan oleh Berlian Triatma. Dengan fisik yang memumpuni, keahlian seni dan pikiran yang terbilang lumayan banyak orang yang melirik dia. Namun, dibalik keluarbiasaannya yang sudah biasa ada dua hal yang tidak bisa dilakukan hingga saat ini. Pertama, hidup hedon dan pacaran.

Sebesar besarnya Berli punya uang dia tetap tidak bisa hedon belanja ke sana ke sini. Bukan karena dia tidak mampu dan bingung apa yang mau dibeli tapi berli adalah anak mami. Anak yang sadar diri bahwa alasan dia hidup sampai saat ini hanya untuk mamanya dan dari mamanya. Hebat bukan. Memang hebat.
Hal lain yang tidak beruntung dari seorang Berlian ini adalah ketidakmampuan dia untuk berpacaran. Aku sering tertawa ketika mendengar kisah cintanya. Sampai detik ini pun kisah cintanya masih meninggalkan hal hal baru baik fakta atau karangannya dia. Mulai dari menjadi rebutan cewek cewek, ditinggal nikah berkali kali hingga menjadi stalker yang handal. Tentunya hal tersebut memang tidak dapat dipungkiri dengan keahlian dia yang semi pidi baiq dalam merayu cewek.

Sebenarnya banyak cerita yang dapat aku tulis ber. Tulisan ini aku persembahkan sebagai rasa terima kasihku dengan perjalanan hidup yang masih kita lalui. Kau telah banyak menemani dari segi emotional,  walaupun fisik mu jauh di mana mana tapi semangat mu ada di dekat dalam genggaman. Sampaikan salam ku untuk ibu mu ketika kau membaca tulisan ini. Bacakan ini pada anakmu kelak bahwa kau pernah mengalami masa muda yang patut diceritakan kepada anak mu kelak.


Wonosobo, 10/01/2019

Comments

Popular posts from this blog

Prural

             Dalam ramainya suara manasia yang bertukar kata. Tidak pernah terpikir dalam benak mereka akan datang suatu hari istimewa dalam diri mereka. Lampu dengan sinarnya menembus retina mata yang menjadikan mata ini berhias frame mata. Tidak dapat lepas hilir mudik para pemimpi kebijakan untuk menulis dan menceritakan ide masa depan. Para kaum intelektual berkumpul beradu ketepatan untuk dehumanisasi kasat mata.              Inilah kehidupan diatas kematian orang lain, Inilah kebahagiaan di atas kesedihan orang lain, Inilah kecerdasan diatas kebodohan orang lain. Memang hidup sekarang ini kejam, siapa diam itukah yang di injak. Diam bukan lagi emas, diam bukan mutiara yang yang diagungkan. Namun banyak berucap dan cerewetlah dialah yang bertahan dalam seleksi demokasi yang tabu dan dibuat buat.             Proses menuju ke hakikian hidup semakin terkunci dengan pintu kantor yang terbuka padi dan sore. Hiasan surgawi di hiasi dengan warna warna hijau dan sekutunya. Sajadah m

Menghadang rindu

Ada sekelebat rindu yang menumpuk Dari pelapuk mata yang berlari Menahan rasa  Darimu pencipta asa Walaupun sekejap  Tak mampu ku tahan kadang Hingga meradang Bagaimana aku menghadang Rasa memang tak mudah Sampai saat ini aku percaya sungguh Pada lagu ciptaan meggy z Lebih baik sakit gigi daripada sakit hati Tapi semua begitu penuh misteri tak ada yang mengerti Jalan cerita seseorang Maka kuatkan aku dalam menerima segalanya

Untuk Mu yang Pernah Mencintaiku.

Detik jarum memukul mundur masa lalu yang pernah terjadi. Memukul semakin keras hingga aku perlahan lupa dari segala peristiwa yang telah ada. Daun yang dulu pernah menjadi saksi, hingga bunga yang ku petik kala itu, nampaknya sudah kering keronta atau bahkan mati. Suara angin, manisnya senja hingga bulan di waktu malam rasanya sudah terhapus dari catatan-catatan puisi yang telah aku buat. Cepat begitu rasanya peristiwa itu terjadi. Aku dan kamu yang selalu berucap “ Selamat Pagi”, kini sudah tak ada dering dari nada ponsel. Banyak macam barang, catatan-catatan entah di meja, di kursi atau di tembok sudah tak tampak sedikitpun. Memang begitu keras waktu menjawab segalanya. Ruang yang pernah kita buat pun hampa tak berbau. Hanya lalat-lalat kecil yang beterbangan mencari bangkai bangkai binatang. Apalagi orang tua mu dan orang tua ku. Semua berharap sama. Aku dan Kamu akan duduk berdampingan hingga aku mengucapkan Qobiltu. Orang tua mu dan orang tua ku berharap sama. Aku dan Kamu be