Skip to main content

Untumu, Orang tuaku

Sungguh ada rasa yang berbeda ketika pulang ke rumah. Melihat bapak sama ibu yang selalu berjuang untuk anak-anaknya. Setiap waktu hampir tidak pernah berhenti untuk melakukan sesuatu. Waktu tidak pernah menjadi penghalang untuk menyelesaikan segala aktivitas hingga semua selesai. Pergi ke sawah, ladang, gunung hingga tempat-tempat yang dianggapnya menjadi sumber kehidupan.

Setelah sampai rumah, beristirahat sejenak, menonton televisi dan lanjut lagi bekerja. Mungkin inilah alasan orang tua begitu protektif terhadap anak-anaknya. Tidak mau melihat anak-anaknya kelaparan karena memang usaha yang dilakukan hanya untuk membuat anak-anaknya bahagia.

Orang tua tidak pernah menyembunyikan kesedihan dihadapan anak-anaknya. Walaupun banyak kekecewaan yang mungkin dilakukan oleh anak-anaknya. Semua mengalir begitu saja. Tidak seperti aku, sedikit terkena cobaan, beribu umpatan aku keluarkan pada siapapun hingga semua yang membaca tulisanku ini.

Untuk mu orang tuaku, aku bersyukur punya orang tua seperti bapak dan ibu. Walapun banyak kekurangan daripada orang tua-orang tua yang lain. Bapak dan ibu lah yang menjadi orang tua terbaik di dunia ini. Suatu saat jikalau anakmu ini telah menjadi orang tua sebenarnya, bimbinglah aku dengan petuah petuah layaknya bapak dan ibu memberikan wejangan kepada cucu-cucunya.

Aku sayang bapak dan ibu.

Wonosobo.


Comments

Popular posts from this blog

Prural

             Dalam ramainya suara manasia yang bertukar kata. Tidak pernah terpikir dalam benak mereka akan datang suatu hari istimewa dalam diri mereka. Lampu dengan sinarnya menembus retina mata yang menjadikan mata ini berhias frame mata. Tidak dapat lepas hilir mudik para pemimpi kebijakan untuk menulis dan menceritakan ide masa depan. Para kaum intelektual berkumpul beradu ketepatan untuk dehumanisasi kasat mata.              Inilah kehidupan diatas kematian orang lain, Inilah kebahagiaan di atas kesedihan orang lain, Inilah kecerdasan diatas kebodohan orang lain. Memang hidup sekarang ini kejam, siapa diam itukah yang di injak. Diam bukan lagi emas, diam bukan mutiara yang yang diagungkan. Namun banyak berucap dan cerewetlah dialah yang bertahan dalam seleksi demokasi yang tabu dan dibuat buat.             Proses menuju ke hakikian hidup semakin terkunci dengan pintu kantor yang terbuka padi dan sore. Hiasan surgawi di hiasi dengan warna warna hijau dan sekutunya. Sajadah m

Menghadang rindu

Ada sekelebat rindu yang menumpuk Dari pelapuk mata yang berlari Menahan rasa  Darimu pencipta asa Walaupun sekejap  Tak mampu ku tahan kadang Hingga meradang Bagaimana aku menghadang Rasa memang tak mudah Sampai saat ini aku percaya sungguh Pada lagu ciptaan meggy z Lebih baik sakit gigi daripada sakit hati Tapi semua begitu penuh misteri tak ada yang mengerti Jalan cerita seseorang Maka kuatkan aku dalam menerima segalanya

Untuk Mu yang Pernah Mencintaiku.

Detik jarum memukul mundur masa lalu yang pernah terjadi. Memukul semakin keras hingga aku perlahan lupa dari segala peristiwa yang telah ada. Daun yang dulu pernah menjadi saksi, hingga bunga yang ku petik kala itu, nampaknya sudah kering keronta atau bahkan mati. Suara angin, manisnya senja hingga bulan di waktu malam rasanya sudah terhapus dari catatan-catatan puisi yang telah aku buat. Cepat begitu rasanya peristiwa itu terjadi. Aku dan kamu yang selalu berucap “ Selamat Pagi”, kini sudah tak ada dering dari nada ponsel. Banyak macam barang, catatan-catatan entah di meja, di kursi atau di tembok sudah tak tampak sedikitpun. Memang begitu keras waktu menjawab segalanya. Ruang yang pernah kita buat pun hampa tak berbau. Hanya lalat-lalat kecil yang beterbangan mencari bangkai bangkai binatang. Apalagi orang tua mu dan orang tua ku. Semua berharap sama. Aku dan Kamu akan duduk berdampingan hingga aku mengucapkan Qobiltu. Orang tua mu dan orang tua ku berharap sama. Aku dan Kamu be