Tiga tahun bukanlah waktu yang lama untuk aku anggap
sebagai teman. Tentunya masih banyak yang layak kau sebut sebagai teman yang
benar benar kau inginkan. Tiga tahun lalu aku teringat pertama kali bertemu
dengan kau ketika aku masuk ke dalam organisasi yang kau masuki. Pertama kali
aku melihat, kau tampak bijaksana dengan parasmu yang menyeramkan tapi humoris.
Walau terkadang sikap keras kepalamu membuat teman-teman disampingmu merasa
tidak ada gunanya. Pikiran cerdasmu terkadang membuat
geleng geleng kepala. Begitu juga dengan leluconmu yang terkadang membuat aku
teriak “lucu”.
Naufal Maulana adalah nama lengkapnya. Walaupun banyak
orang memanggil dia dengan sebutan opang. Namanya cukup mencuap ketika ada
permasalahan mengenai Opang (Ojek Pangkalan) di kampus. Belum cukup lama aku
mengenal dirinya. Namun, dari banyak momen yang diciptakan aku sudah merasa
bahwa dia adalah orang yang baik.
Seorang mahasiswa dari Lombok ini saya rasa berusaha
mengenal budaya jawa. Pisuhan “Jancuk” menjadi makanan sehari hari dirinya
ketika betemu dengan teman-temannya. Pikiran-pikiran gaulnya juga banyak diisi
dengan idiologi “eastjava” karena memang rata-rata teman diskusinya dari
jawa bagian timur. Pikirannya memang sedikit tidak stabil. Kadang menjadi
seorang yang taat namun juga sering menjadi pembangkang. Jiwa pembangkang inilah yang kemudian menjadi satu hal yang aku
sukai. Walaupun dari banyak hal yang diucapkan banyak juga aku menolaknya.
Kembali pada
Opang, di dalam
organisasi pun dia adalah orang yang penuh usaha untuk membahagiakan
teman-temannya. Modal materi atau non materi dia sumbangkan kepada teman teman
disekililingnya. Aku pernah teringat ada satu momen dimana ada satu kebaikan
yang menurut aku ini akan menjadi amal baik untuk bertemu dengan tuhannya.
Waktu itu aku, opang dan satu organisasi kampus mengadakan K2N di Gunung Kidul.
Tidak dapat dipungkiri aku menjadi satu teman yang sering diajak berpikir untuk
menerobos aturan-aturan yang sudah ditetapkan oleh ketua. Dari
dua minggu yang kami jalani di Gunung Kidul, mungkin aku dan opang menjadi
orang yang sering jalan jalan dibanding yang lain. Jelajah pantai di saat yang
lain melakukan penelitian, makan-makan disaat yang lain penelitian hingga tidur
sepuasnya disaat yang lain penelitian.
Namun, dari semua yang dilakukan ada satu pikiran cerdas
keluar dari pikirannya. Waktu itu, seperti kebiasaan yang terjadi, K2N pada
akhirnya akan memberikan apa yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat yang telah
menjadi subyek penelitian. Pada kesempatan
itu, opang merasa bahwa kegiatan yang akan dilakukan tidaklah masuk akal, hingga akhirnya dia
menyeret aku malam-malam dan mengajak diskusi aku disebuah rumah penduduk.
“Fin ayok melu aku”
“Ini gimana kalau kita memberikan pelatihan
keungan ke warga penduduk, sebenarnya penduduk di sini banyak banget
pencatatannya”
“Ya, gak masalah pang, ayo kita langsung
survei ke warga aja”
Dan benar bahwa di desa tersebut tersebut ada 8 buku
catatan keungan baik itu kas, iuran dan catatan-catatan yang lain. Akhirnya aku
dan opang keliling ke masing masing padukuhan untuk dengar pendapat dengan ibu
kadus di wilayah itu. Akhirnya hasil ini pun kami sampaikan kepada
pengurus-pengurus yang lain untuk ditindak lanjuti. Namun, aku tidak dapat melihat hasil dari kerja pikiran opang ini karena waktu itu aku harus kembali ke depok.
Opang sering memanggilku komodo. Entah mukaku memang seperti komodo atau yang lainnya aku juga tidak tahu. Aku belum sempat bertanya perihal nama ini. Tapi bagi aku sendiri tidak masalah. Hinaan teman bagi aku adalah sebuah kebahagiaan yang mahal harganya karena fase hinaan yang seharusnya menyakitkan menjadi satu hal yang menyenangkan. Hal ini menunjukkan bahwa fase pertemanan kita sudah dibilang cukup dekat.
Terakhir sebelum kepergiaannya aku ditelfon sama DR Tampan. Memberikan kabar tentang kepergian opang. Aku dan DR Tampan sungguh tidak menyangka. Aku hanya termangu seraya berpikir tidak percaya. Dua hari, tiga hari bahkan sampai empat hari aku masih belum percaya bahwa opang telah pergi. Namun, apa mau dikata bahwa semua sudah terjadi. Tuhan telah memberikan catatan dan tanggalnya. Kepergian opang ini lantas aku jadikan hikmah yang besar bagi kehidupanku. Aku ceritakan sambil mengambil pelajaran bahwa hidup ini benar benar sudah diukur sedemikian rupa oleh yang maha kuasa.
Comments
Post a Comment